Rumah Adat Jawa Barat Dan Penjelasannya
Rumah Adat Jawa Barat
– Meski mayoritas merupakan etnis Sunda, ternyata Jawa Barat terdiri dari masyarakat yang heterogen. Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di tanah air, wilayah ini ditempati oleh berbagai suku, seperti Betawi, dan Cirebon, serta kaum pendatang meliputi Jawa, Batak, Minangkabau, Melayu, Banten, Madura, Bugis, Aceh, Nias, Tionghoa, dan lain-lain.
Orang Sunda dikenal dengan kepribadian mereka yang ramah, sopan, optimis, dan bersahaja. Karakteristik tersebut sangat menggambarkan budaya ketimuran. Selain sifat-sifat itu, ada banyak hal yang berkaitan dengan tradisi Jawa Barat yang hingga kini masih dilestarikan, salah satunya adalah rumah adat Jawa Barat.
Daftar Isi:
Rumah Adat Jawa Barat
Jawa Barat memiliki beberapa jenis rumah tradisional. Proses pembuatan, bentuk maupun warnanya juga memiliki filosofi tersendiri. Beberapa jenis rumah tradisional asal Jawa Barat adalah Imah Badak Heuay, Imah Julang Ngapak, Imah Parahu Kumureb, Rumah Togog Anjing, Imah Jolopong, Imah Capit Gunting, Rumah Adat Kasepuhan, dan Saung Ranggon.
1. Imah Badak Heuay
Arti salah satu rumah adat Jawa Barat ini sangat unik, yaitu ‘badak yang sedang menguap’. Dinamakan demikian karena bentuk atap bagian belakang hingga tepiannya menyerupai badak yang sedang menguap. Gaya arsitektur Imah Badak Heuay hampir sama dengan Rumah Togog Anjing.

Rumah ini masih bisa ditemukan hingga kini di kota Sukabumi, terutama di kawasan pedesaan. Bahkan tidak sedikit dari Imah Badak Heuay yang masih berdiri kokoh dan terawat dengan sangat baik. Sebab banyak rumah tradisional ini masih difungsikan sebagai tempat tinggal oleh warga Sukabumi.
2. Imah Julang Ngapak
Rumah adat yang kedua adalah Imah Julang Ngapak yang bisa dijumpai di kota Tasikmalaya. Di Bandung, gaya arsitektur Imah Julang Ngapak juga bisa dilihat di gedung Institut Teknologi Bandung (ITB), terutama pada bentuk atapnya.

borneochannel.com
Imah Julang Ngapak dalam bahasa Indonesia berarti ‘burung yang sedang mengepakkan sayapnya’. Dinamakan demikian karena bentuk atapnya menyerupai burung yang sedang mengepakkan sayap.
Lebih tepatnya atap rumah tradisional ini berbentuk melebar di sisi kanan dan kiri. Pada bagian puncak atap terdapat kayu yang berbentuk V. Sehingga secara keseluruhan tampak seperti burung yang mengepakkan sayap.
Bagian atap terbuat dari ijuk tanaman rumbia atau alang-alang. Ijuk kemudian diikat dengan kerangka atap bambu. Meski terbuat dari ijuk, namun atap Imah Julang Ngapak sangat kuat dan tidak mudah bocor. Sementara pada bagian kerangka rumahnya yang disebut dengan bubungan, terdapat tiang penyangga yang dinamakan dengan Cagak Gunting atau Capit Hurang.
3. Imah Parahu Kemureb
Jenis rumah tradisional Imah Parahu Kumureb masih bisa kita temukan di daerah Ciamis dalam kondisi yang masih terawat. Di Ciamis, warga setempat masih menggunakannya sebagai rumah tinggal. Imah Parahu Kumureb juga sering disebut dengan Rumah Perahu Tengkurep.

adatradisional.com
Dinamakan perahu tengkurep karena bentuk atapnya mirip seperti bentuk perahu yang terbalik. Namun sayangnya, desain atap ini mudah sekali bocor. Untuk membentuk atapnya, dibutuhkan banyak sambungan sehingga sangat rentan bocor. Inilah sebabnya, Imah Parahu Kumureb sudah tidak terlalu banyak digunakan lagi.
Desain rumah terdiri dari 4 bagian utama. Bagian depan dan belakang rumah berbentuk trapesium. Sementara itu, bagian kanan dan kirinya memiliki bentuk segitiga sama sisi. Struktur bangunan ini hampir sama dengan rumah adat Sumatera Selatan, yaitu Rumah Limasan.
4. Rumah Tagog Anjing
Desain Rumah Tagog Anjing mungkin sangat familiar bagi kita, karena sering digunakan untuk desain gazebo atau bungalow di hotel dan penginapan lainnya di kawasan Jawa Barat maupun kawasan lain di Indonesia. Rumah Tagog Anjing dalam bahasa Indonesia mempunyai arti “seekor anjing yang sedang duduk”.

borneochannel.com
Atapnya terdiri dari 2 bagian yang menyatu dan berbentuk segitiga. Pada bagian depan dilengkapi dengan atap lain yang menyatu dengan atap di atas bangunan. Atap yang menyambung ini disebut sebagai Soronday. Fungsinya untuk melindungi teras rumah, sehingga terkesan lebih sejuk.
Rumah Tagog Anjing bisa ditemukan di kota Garut. Desainnya yang sederhana membuatnya banyak digunakan dan dimodifikasi untuk jenis bangunan lain.
5. Imah Jolopong
Jolopong berarti terkulai atau tegak lurus. Dinamakan Jolopong karena rumah adat ini memiliki bentuk atap yang bentuknya tergolek lurus. Bentuk atapnya sangat sederhana, sehingga menjadi jenis rumah tradisional yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Jawa Barat. Selain pembuatannya yang tidak rumit, material untuk bangunannya juga lebih hemat.

ikons.id
Meski berbentuk lurus, namun di atasnya dilengkapi dengan atap tambahan yang berbentuk segitiga sama kaki. Arsitektur ini membuat bentuk rumah menjadi unik. Hingga kini, Rumah Jolopong masih banyak digunakan, terutama oleh masyarakat di kota Garut. Rumah ini juga sering disebut dengan Rumah Suhunan.
6. Imah Capit Gunting
Nama rumah adat Imah Capit Gunting bila diartikan ke dalam bahasa Indonesia, yaitu “capit” berarti mengambil barang dengan cara dijepit. Sementara “gunting” berarti pisau yang menyilang. Rumah Capit Gunting telah digunakan masyarakat Sunda sejak jaman dahulu kala.

dekoruma.com
Bentuk atapnya disebut sebagai Susuhunan dengan bentuk sangat khas. Bagian atap ujung depan dan belakang rumah terbuat dari kayu. Kayu ini dibentuk menyilang keatas, sehingga menyerupai bentuk gunting.
7. Rumah Adat Kasepuhan
Jenis rumah tradisional yang terakhir berada di kota Cirebon. Tercatat, Rumah Kasepuhan pertama kali dibangun pada tahun 1529 oleh Pangeran Cakrabuana yang merupakan putra Prabu Siliwangi, raja Kerajaan Padjajaran.
Bangunan ini merupakan perluasan dari Keraton Pakungwati yang sudah berdiri sebelumnya. Keraton Kasepuhan masih berdiri tegak hingga saat ini dan masyarakat pun bisa mengunjunginya ketika tengah berkunjung ke Cirebon.

airyrooms.com
Keraton Kasepuhan memiliki beberapa fungsi, antara lain untuk tempat pelatihan para prajurit kerajaan. Selain itu, juga digunakan sebagai tempat pengadilan, bahkan bisa juga untuk sekedar berteduh dan beristirahat.
Bangunan Keraton Kasepuhan Cirebon terdiri dari beberapa bagian, yaitu:
- Pintu gerbang utama, terdapat di sebelah selatan dan utara keraton. Di bagian selatan, pintu ini disebut sebagai Kreteg Pangwarit, bentuknya berupa jembatan. Sementara di bagian utara disebut dengan Lawang Sanga, artinya pintu kesembilan.
- Pancaratna adalah bangunan yang terdapat di bagian barat keraton. Bangunan ini difungsikan sebagai ruang serba guna. Arahnya dibuat menghadap pembesar desa, seperti wedana ataupun demang.
- Pangrawit atau bisa juga disebut sebagai Pancaniti yang memiliki arti lima mata atau lima atasan. Letak bangunan Pangrawit ada di bagian depan sebelah kiri dari komplek Keraton Kasepuhan. Bangunan ini menghadap ke arah timur.
8. Saung Ranggon
Jenis rumah tradisional Jawa Barat yang terakhir berada di Kampung Cikedokan. Diperkirakan, Saung Ranggon dibangun oleh Pangeran Rangga, putra Pangeran Jayakarta pada sekitar abad ke-16. Pangeran Rangga mendatangi Kampung Cikedokan dan kemudian memutuskan menetap di daerah tersebut.

siipuljalanjalan.com
Saung Ranggon adalah bangunan adat yang digunakan untuk menunggu padi atau palawija lainnya saat akan panen. Karena itu, Saung Ranggon dibangun di tengah ladang.
Bangunan saung dibuat tinggi, sekitar 3 sampai 4 meter untuk menghindari serangan hewan buas seperti babi hutan, harimau, dan hewan lainnya yang kala itu banyak berkeliaran. Luasnya sekitar 500 m2
dan menghadap ke arah selatan. Saung Ranggon berbentuk rumah terbuka tanpa sekat pemisah.
Rumah Adat Jawa Barat Dan Penjelasannya
Source: https://rimbakita.com/rumah-adat-jawa-barat/