Gambar Orang Samaria Yang Murah Hati

Gambar Orang Samaria Yang Murah Hati

Posts tagged ‘PERUMPAMAAN TENTANG ORANG SAMARIA YANG BAIK HATI’

KEMURAHAN HATI SEORANG SAMARIA

KEMURAHAN HATI SEORANG SAMARIA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXVII – Senin, 8 Oktober 2022)


Kemudian berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya, “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Jawab Yesus kepadanya, “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di dalamnya?” Jawab orang itu, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Kata Yesus kepadanya, “Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.” Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus, “Dan siapakah sesamaku manusia?” Jawab Yesus, “Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi juga memukulnya dan sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Keesokan harinya ia mengeluarkan dua dinar dan memberikannya kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali. Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun?” Jawab orang itu, “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Kata Yesus kepadanya, “Pergilah, dan perbuatlah demikian!” (Luk 10:25-37)

Bacaan Pertama: Gal 1:6-12; Mazmur Tanggapan: Mzm 111:1-2,7-10c

Apa yang dituntut oleh perintah untuk mengasihi sesama atas diri kita? Seorang ahli Taurat mencobai Yesus sehubungan dengan hal ini: “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” (Luk 10:25). Yesus menanggapi pertanyaan ini dengan sebuah pertanyaan juga:
“Apa yang tertulis dalam hukum Taurat?”
(Luk 10:26). Si ahli Taurat menjawab pertanyaan Yesus dengan sebuah jawaban sempurna: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”(Luk 10:27). Yesus menanggapi jawaban si ahli Taurat dengan berkata:
“Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup”
(Luk 10:28). Pada titik ini sebenarnya pertanyaan si ahli Taurat sudah terjawab, tidak ada masalah lagi! Namun Injil Lukas mencatat sebagai berikut: “Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus,
‘Dan siapakah sesamaku manusia?’” (Luk 10:29). Kelihatan di sini bahwa pertanyaan awal si ahli Taurat kepada Yesus memang tidak keluar dari hati yang tulus …… untuk mencobai …… menjebak!

Menanggapi pertanyaan si ahli Taurat yang terakhir itu, Yesus menceritakan sebuah perumpamaan yang sungguh indah-mengena tentang “Orang Samaria yang Murah Hati”, sebuah
master-piece
yang hanya ada dalam Injil Lukas (bdk. Mrk 12:28-34; Mat 22:34-40). Sebuah perumpamaan Yesus yang menjadi salah satu favorit saya sejak masa sekolah rakyat (SD) di tahun 1950an. Seorang pakar Kitab Suci, yaitu Arland J. Hultgren (The Parable of Jesus – A Commentary,
Paperback Edition 2002) memasukkan perumpamaan ini dalam kategori Perumpamaan dari perilaku yang pantas dicontoh (hal.  92-128) disusul oleh tiga perumpamaan lainnya..

Lewat perumpamaan ini Yesus ingin menunjukkan apa artinya cintakasih yang sejati. Jalan antara Yerusalem dan Yerikho terkenal (dalam artian yang jelek) dengan penyamun-penyamunnya. Ceritanya adalah tentang seorang laki-laki yang mengambil risiko melakukan perjalanan lewat jalan yang berbahaya tersebut, sendiri lagi – sampai dia mengalami “nasib” sial: dianiaya dan dirampok habis-habisan.

Nah, sekarang pertanyaannya adalah, mengapa dua orang pemuka agama itu tidak mau menolong orang yang bernasib sial itu. Barangkali si imam berpikir bahwa orang yang tergeletak setengah mati itu sungguh sudah benar-benar mati dan ia tidak mau mengambil risiko menjadi tidak murni secara ritual (lihat Im 21:1). Baginya kesalehan lahiriah yang tampak ternyata lebih penting daripada kasih sejati (Latin:
caritas). Orang Lewi mendekati si korban perampokan itu, namun dia “nyelonong” pergi juga. Barangkali, dia takut/kuatir para penyamun itu akan menyerbu lagi. Jadi, bagi si orang Lewi, keselamatan dirinya lebih penting daripada keselamatan sesamanya. Mengapa seorang Samaria – seorang asing, tidak murni, seorang “non-pribumi” yang sangat dipandang hina oleh orang Yahudi, dan mereka pun sangat membenci orang Yahudi – koq justru datang mendekat dan menyelamatkan si korban kejahatan yang sedang tergeletak itu? Jelas di sini bahwa orang Samaria ini memandang orang Yahudi korban kejahatan itu sebagai sesamanya yang membutuhkan pertolongan nyata.

Di sini Yesus berbicara langsung ke jantung masalahnya. Cintakasih yang sejati tidak dibatasi oleh hak dan kewajiban. Cintakasih yang sejati berupaya melakukan kebaikan kepada setiap orang, tanpa menimbang-nimbang status dlsb. – tanpa pamrih! Sebagian orang Yahudi membatasi definisi “sesama” sebagai sesama orang Yahudi saja. Tidak sedikitpun mereka mau menolong seorang “kafir” yang sedang berada dalam kesusahan. Bukankah kita juga sering begitu? Kita mencintai dan menolong orang-orang yang dekat kepada kita, namun memalingkan muka kita kearah lain apabila kita berhadapan dengan orang-orang lain yang membutuhkan pertolongan kita.

Kasih kepada sesama manusia menuntut suatu kemauan untuk menolong orang lain, walaupun orang itu telah menyusahkan dirinya sendiri lewat kesalahannya sendiri. Kita dituntut untuk mengasihi penderita HIV-AIDS, penderita kecanduan narkoba, juga seorang terpidana yang sedang menantikan hukuman mati karena perbuatan jahatnya membunuh orang lain. Kita juga dituntut untuk mengampuni siapa saja yang pernah bersalah dan menyusahkan hidup kita.

Panggilan untuk mengasihi bersifat non-kondisional dan non-eksklusif – dan hal ini hanya mungkin kita lakukan melalui Tuhan. Santo Paulus mengatakan, bahwa “kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Rm 5:5). Apabila kita menyerahkan hidup kita kepada Roh Kudus, maka Allah membuat diri kita menjadi lebih serupa dengan diri-Nya dan memberdayakan ktia untuk mengasihi melampaui kemampuan-kemampuan manusiawi. Semoga kita semua memperkenankan api kasih Allah memurnikan hati kita!

DOA:
Tuhan Yesus, semoga kasih-Mu menjadi fondasi kehidupanku. Tunjukkanlah kepadaku di mana aku tidak memiliki bela-rasa terhadap sesamaku. Tolonglah aku untuk senantiasa bermurah-hati dalam memberi kepada orang-orang lain apa saja yang Kau telah berikan kepadaku dengan penuh kemurahan hati. Amin.


Catatan

: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 10:25-37), bacalah tulisan yang berjudul “PERUMPAMAAN YESUS TENTANG ORANG SAMARIA YANG MURAH HATI” (bacaan tanggal 5-10-20) dalam situs/blog PAX ET BONUM http://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 20-10 PERMENUNGAN ALKITABIAH OKTOBER 2022.

(Tulisan ini bersumberkan sebuah tulisan saya pada tahun 2012 dengan beberapa penyempurnaan)

Cilandak, 4 Oktober 2022 [HARI MINGGU BIASA XXVII – TAHUN A]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

PERUMPAMAAN YESUS TENTANG ORANG SAMARIA YANG MURAH HATI

PERUMPAMAAN YESUS TENTANG ORANG SAMARIA YANG MURAH HATI

(Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan Wajib SP Maria, Ratu Rosario – Senin, 7 Oktober 2022)



Kemudian berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya, “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Jawab Yesus kepadanya, “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di dalamnya?” Jawab orang itu, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Kata Yesus kepadanya, “Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.” Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus, “Dan siapakah sesamaku manusia?” Jawab Yesus, “Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi juga memukulnya dan sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Keesokan harinya ia mengeluarkan dua dinar dan memberikannya kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali. Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun?” Jawab orang itu, “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Kata Yesus kepadanya, “Pergilah, dan perbuatlah demikian!” (Luk 10:25-37)

Baca :   Cat Hijau Tosca Cocoknya Dengan Warna Apa

Bacaan Pertama: Yun 1:1-17;2:10; Mazmur Tanggapan: Yun 2:2-5,8

Dengan bertanya, “Siapakah sesamaku manusia?” ahli Taurat itu mencoba untuk mengetahui  sampai berapa jauh kewajiban-kewajiban (hukum)-nya. Apakah “sesamaku” hanya terbatas pada sahabat-sahabatku yang terdekat? Bagaimana dengan penduduk kotaku yang lain? Bagaimana dengan musuh-musuhku? Bagaimana dengan orang-orang gelandangan yang tergeletak di pinggir jalan? Apakah aku diharapkan untuk mengasihi orang-orang seperti itu juga? Yesus menjawab ahli Taurat itu dengan sebuah perumpamaan, yaitu ‘perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati’. Lewat perumpamaan termaksud, Yesus menunjukkan bahwa segala sesuatu berpusat pada kasih, bukan kewajiban-kewajiban hukum. Santo Paulus memahami hal inti benar, ketika dia menulis,
“Kasih adalah kegenapan hukum Taurat”
(Rm 13:10).

Orang yang tergeletak babak belur setengah mati di jalan antara Yerusalem dan Yerikho karena habis dirampok dan dipukuli adalah seorang Yahudi, sedangkan yang datang menolongnya adalah seorang Samaria. Pada zaman itu hubungan antara orang Yahudi dan orang Samaria sangatlah buruk, termasuk di dalamnya ketegangan rasial. Yang ingin dikemukakan Yesus adalah bahwa kasih yang sejati tidak mengenal batas-batas yang disebabkan perbedan dalam suku, ras, status sosial dlsb. Perintah untuk mengasih sesama mengacu pada semua orang, termasuk orang-orang asing yang tinggal di tengah-tengah kita, mereka yang termajinalisasi dalam masyarakat, orang-orang miskin, yang lapar, …… wong cilik!

Allah Bapa menunjukkan kasih-Nya kepada umat-Nya ketika Dia mengirim Putera-Nya yang tunggal untuk membawa pengampunan dan rekonsiliasi. Yesus mempunyai kasih yang sama ketika Dia mengatakan “ya” terhadap rencana Bapa, walaupun hal itu berarti meninggalkan kemuliaan surgawi dan memperkenankan orang-orang yang diciptakan dan dikasihi-Nya dengan begitu intens malah membunuh-Nya di kayu salib. Seperti cintakasih yang ditunjukkan oleh orang Samaria itu, kasih Yesus juga tanpa batas-batas yang bersifat diskriminatif. Kita – murid-murid-Nya – juga harus mengasihi tanpa diskriminasi macam apa pun.

Menunjukkan cintakasih dan belas kasih dapat mengubah hati kita. Hal itu dapat mengajar kita untuk memandang setiap pribadi sebagai anak yang sangat dikasihi Allah, pantas dan layak sebagai pribadi yang bermartabat – batasan apa pun yang ada.

Dalam pekan ini kita dapat mencoba melakukan dua hal. Pertama, marilah kita keluar dari “zona nyaman” kita untuk bertemu dengan orang-orang lain, siapa pun mereka itu. Perhatian penuh cintakasih dari kita kepada orang-orang yang kita jumpai dapat membantu “menggairahkan” kembali kehidupan seseorang yang hampir mencapai titik terendah. Kedua, marilah kita membuat diri kita semakin dekat dengan Allah dan menerima kasih dan kerahiman-Nya. Roh-Nya dapat memberdayakan kita untuk melanjutkan sikap dan tindakan cintakasih kita manakala kita merasa sudah tidak mempunyai apa-apa lagi untuk diberikan kepada orang-orang lain.

DOA:
Yesus, tunjukkan diri-Mu kepada semua orang yang berada dalam kesendirian di dunia ini. Penuhilah diri mereka dengan Roh-Mu dan tolonglah kami keluar menemui orang-orang yang tidak mempunyai  siapa-siapa lagi yang memperhatikan mereka. Bangkitkanlah ‘orang-orang Samaria yang baik hati’ di seluruh dunia. Amin.


Catatan

: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 10:25-37), bacalah tulisan yang berjudul “PERGILAH DAN PERBUATLAH DEMIKIAN” (bacaan tanggal 7-10-19) dalam situs/blog PAX ET BONUM http://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 19-10 PERMENUNGAN ALKITABIAH OKTOBER 2022.

Tulisan ini bersumberkan tulisan saya pada tahun 2011)

Cilandak, 4 Oktober 2022 [Hari Raya S. Fransiskus dr Assisi, Pendiri Tarekat]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

PERGILAH, DAN PERBUATLAH DEMIKIAN!

PERGILAH, DAN PERBUATLAH DEMIKIAN!

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXVII – Senin, 8 Oktober 2022)

Kemudian berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya, “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Jawab Yesus kepadanya, “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di dalamnya?” Jawab orang itu, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Kata Yesus kepadanya, “Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.” Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus, “Dan siapakah sesamaku manusia?” Jawab Yesus, “Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi juga memukulnya dan sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Keesokan harinya ia mengeluarkan dua dinar dan memberikannya kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali. Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun?” Jawab orang itu, “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Kata Yesus kepadanya, “Pergilah, dan perbuatlah demikian!” (Luk 10:25-37)

Bacaan Pertama: Gal 1:6-12; Mazmur Tanggapan: Mzm 111:1-2,7-10

INDIA – OCTOBER 01: Mother Teresa and the poor in Calcutta, India in October, 1979. (Photo by Jean-Claude FRANCOLON/Gamma-Rapho via Getty Images)

Bayangkanlah sekarang seseorang dengan siapa anda paling sulit berelasi sebagai pribadi: misalnya seorang atasan yang tidak pernah puas kalau dia masih belum membebani anda dengan pekerjaan yang bertumpuk, seorang anggota keluarga yang selalu mau benar sendiri, seorang tetangga yang selalu mau cari ribut dengan anda. Kalau kita jujur, maka kita harus mengakui bahwa kita suka menempatkan pagar-pagar pembatas atas siapa saja yang kita kasihi. Dalam artian tertentu kita memperkenankan diri kita menimbang-nimbang siapa yang merupakan bagian “kelompok kita” dan siapa yang “orang luar”, dalam menentukan siapa saja yang akan kita kasihi. Orang-orang Yahudi pada zaman Yesus juga tidak berbeda! Bagi mereka, “sesama” berarti sama-sama orang Israel. Kenyataan ini membuat pernyataan Yesus yang ada dalam Injil Yohanes menjadi lebih mengejutkan bagi para pendengar pada zaman-Nya:
“… Aku akan menarik
semua orang
datang kepada-Ku”
(Yoh 12:32). Ini adalah sikap
non-eksklusivitas
Yesus yang dibuktikan-Nya ketika Dia memanggil para murid-Nya yang pertama: ada nelayan, ada pemungut cukai dst. Di mata Yesus semua orang adalah sesama-Nya.

Baca :   Action Movie Sound Effects Free Downloads

Mengasihi sesama berarti menghancurkan segala pagar pembatas, segala pengkotak-kotakan. Yesus tidak mengenal pribumi atau non-pribumi, orang kaya atau miskin, awam atau kaum berjubah dst. Hal ini berarti Yesus melihat atau memandang hal-hal dari sudut pandang orang lain itu, lalu menanggapinya tanpa menimbang-nimbang apa yang kelihatan secara eksternal, misalnya penampilan dll. “Perumpamaan tentang Orang Samaria yang murah hati” ini menunjukkan kasih yang keluar dari hati Yesus. Orang Samaria itu menghentikan perjalanannya agar dapat menolong seorang pribadi manusia yang baru saja menjadi korban perampokan. Kondisinya sudah habis-habisan karena dianiaya oleh para perampok dan dia sungguh membutuhkan pertolongan orang lain. Tentu dia sudah tidak dapat menolong dirinya sendiri karena memang sudah setengah mati (Luk 10:30). Hati orang Samaria itu pun tergerak oleh belaskasihan! Dia tidak mengelak atau menghindarkan diri (tokh yang tergeletak itu adalah seorang Yahudi yang membenci kaumnya?), melainkan datang menolong!

Ahli Taurat yang bertanya kepada Yesus itu tahu benar, bahwa Hukum Taurat dapat diringkas menjadi
“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”
(Luk 10:27; lihat Im 19:18, Ul 6:5). Yesus menantang si ahli Taurat itu:
“Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup”
(Luk 10:28).

Tantangan Yesus itu juga ditujukan kepada kita pada hari ini! Akan tetapi, daripada kita mencoba membenarkan diri seperti si ahli Taurat, baiklah kita masing-masing dengan tulus bertanya kepada Yesus, “Bagaimana, ya Tuhan Yesus? Bagaimana kiranya aku dapat memenuhi niat Allah, agar aku dapat mengasihi semua orang, orang-orang yang paling “tidak pas” dengan diriku dan bahkan musuh-musuhku sekali pun? Inilah tanggapan yang dinanti-nantikan Yesus. Jawaban Yesus dari pertanyaan kita  kiranya begini: “Engkau sendiri tidak dapat, namun Roh Allah yang ada dalam dirimu dapat!”

Allah menyelamatkan kita melalui Yesus dan terus-menerus memberikan kepada kita kehidupan, melalui Yesus juga. Allah-lah yang akan melakukan pekerjaan yang kelihatan tak mungkin itu, bukan kita. Pekerjaan itu tergantung kepada Yang Ilahi, bukan tergantung kepada kita. Betapa seringnya kita bersikap dan berperilaku seperti si ahli Taurat, imam dan orang Lewi, yaitu mencoba untuk mereduksi  atau membuat lebih ringan perintah Allah, supaya kita dapat mengasihi sesuatu yang lebih sedikit daripada yang dituntut. Kita tidak mau merasa tidak nyaman, kita tidak mau mengambil langkah melampaui batasan kemampuan alami kita. Dengan demikian mengesampingkan kasih yang harus kita tunjukkan seturut perintah Allah.  Yesus menuntut kita semua untuk melakukan sesuatu yang jauh lebih besar daripada sekadar yang dapat kita capai dengan kekuatan kita sendiri. Hanya dalam Kristus sajalah kita dapat sungguh mengasihi sesama kita, atau dengan sepenuh hati mengasihi Allah.

DOA:
Yesus, Engkau adalah Tuhan dan Juruselamat kami. Hanya dalam Engkau-lah kami dapat mengasihi sesama kami.  Tinggallah dalam diri kami, sekarang dan selama-lamanya. Amin.


Catatan

: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 10:25-37), bacalah tulisan yang berjudul “SESAMA DARI ORANG-ORANG YANG MENDERITA” (bacaan tanggal 8-10-18) dalam situs/blog PAX ET BONUM http://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 18-10 PERMENUNGAN ALKITABIAH OKTOBER 2022.

(Tulisan ini bersumberkan sebuah tulisan saya pada tahun 2010)

Cilandak, 5 Oktober 2022

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

ORANG SAMARIA YANG MURAH HATI

ORANG SAMARIA YANG MURAH HATI

(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU BIASA XV [Tahun C] – 10 JULI 2016)

good samaritan - 00

Kemudian berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya, “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Jawab Yesus kepadanya, “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di dalamnya?” Jawab orang itu, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Kata Yesus kepadanya, “Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.” Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus, “Dan siapakah sesamaku manusia?” Jawab Yesus, “Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi juga memukulnya dan sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Keesokan harinya ia mengeluarkan dua dinar dan memberikannya kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali. Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun?” Jawab orang itu, “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Kata Yesus kepadanya, “Pergilah, dan perbuatlah demikian!” (Luk 10:25-37)

Bacaan Pertama: Ul 30:10-14; Mazmur Tanggapan: Mzm 69:14,17,30-31,33-34,36-37 atau Mzm 19:8-11; Bacaan Kedua: Kol 1:15-20

Dengan bertanya, “Siapakah sesamaku manusia?” ahli Taurat itu mencoba untuk mengetahui  sampai berapa jauh kewajiban-kewajiban (hukum)-nya. Apakah “sesamaku” hanya terbatas pada sahabat-sahabatku yang terdekat? Bagaimana dengan penduduk kotaku yang lain? Bagaimana dengan musuh-musuhku? Bagaimana dengan orang-orang gelandangan yang tergeletak di pinggir jalan? Apakah aku diharapkan untuk mengasihi orang-orang seperti itu juga? Yesus menjawab ahli Taurat itu dengan sebuah perumpamaan, yaitu “perumpamaan tentang orang Samaria yang murah hati”. Melalui perumpamaan termaksud, Yesus menunjukkan bahwa segala sesuatu berpusat pada KASIH, bukan kewajiban-kewajiban hukum. Rasul Paulus memahami hal inti benar, ketika dia menulis,
“Kasih adalah kegenapan hukum Taurat”
(Rm 13:10).

Orang yang tergeletak babak belur setengah mati di jalan antara Yerusalem dan Yerikho karena habis dirampok dan dipukuli adalah seorang Yahudi, sedangkan yang datang menolongnya adalah seorang Samaria. Pada zaman itu hubungan antara orang Yahudi dan orang Samaria sangatlah buruk, termasuk di dalamnya ketegangan rasial. Yang ingin dikemukakan Yesus adalah bahwa kasih yang sejati tidak mengenal batas-batas yang disebabkan perbedaan dalam suku, ras, status sosial dlsb. Perintah untuk mengasihi sesama mengacu pada semua orang, termasuk orang-orang asing yang tinggal di tengah-tengah kita, mereka yang termajinalisasi dalam masyarakat, orang-orang miskin, yang lapar, …… wong cilik!

Baca :   Rumah Minimalis 2 Lantai Tampak Depan

Allah Bapa menunjukkan kasih-Nya kepada umat-Nya ketika Dia mengirim Putera-Nya yang tunggal untuk membawa pengampunan dan rekonsiliasi. Yesus mempunyai kasih yang sama ketika Dia mengatakan “ya” terhadap rencana Bapa, walaupun hal itu berarti meninggalkan kemuliaan surgawi dan memperkenankan orang-orang yang diciptakan dan dikasihi-Nya dengan begitu intens malah membunuh-Nya di kayu salib. Seperti cintakasih yang ditunjukkan oleh orang Samaria itu, kasih Yesus juga tanpa batas-batas yang bersifat diskriminatif. Kita – murid-murid-Nya – juga harus mengasihi tanpa diskriminasi macam apa pun.

Menunjukkan cintakasih dan belas kasihan dapat mengubah hati kita. Hal itu dapat mengajar kita untuk memandang setiap pribadi sebagai anak yang sangat dikasihi Allah, pantas dan layak sebagai pribadi yang bermartabat – batasan apa pun yang ada.

Dalam pekan ini kita dapat mencoba melakukan dua hal. Pertama, marilah kita keluar untuk bertemu dengan orang-orang lain, siapa pun mereka itu. Perhatian penuh cintakasih dari kita kepada orang-orang yang kita jumpai dapat membantu “menggairahkan” kembali kehidupan seseorang yang hampir mencapai titik terendah. Kedua, marilah kita membuat diri kita semakin dekat dengan Allah dan menerima kasih dan kerahiman-Nya. Roh-Nya dapat memberdayakan kita untuk melanjutkan sikap dan tindakan cintakasih kita manakala kita merasa sudah tidak mempunyai apa-apa lagi untuk diberikan kepada orang-orang lain.

DOA:
Tuhan Yesus, tunjukkan diri-Mu kepada semua orang yang berada dalam kesendirian di dunia ini. Penuhilah diri mereka dengan Roh-Mu dan tolonglah kami keluar menemui orang-orang yang tidak mempunyai  siapa-siapa lagi yang memperhatikan mereka. Bangkitkanlah “orang-orang Samaria yang baik hati” di seluruh dunia. Amin.


Catatan

: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 10:25-37), bacalah tulisan yang berjudul “HANYA DALAM KRISTUS-LAH KITA DAPAT MENGASIHI SESAMA” (bacaan tanggal 10-7-16) dalam situs/blog PAX ET BONUM http://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 16-07 PERMENUNGAN ALKITABIAH JULI 2016.

(Tulisan ini bersumberkan sebuah tulisan saya di tahun 2011)

Cilandak, 7 Juli 2016

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

YUNUS DAN ORANG SAMARIA YANG BAIK HATI

YUNUS DAN ORANG SAMARIA YANG BAIK HATI

2291324_orig

Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXVII – Senin, 5 Oktober 2015

Datanglah firman TUHAN (YHWH) kepada Yunus bin Amitai, demikian: “Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, berserulah terhadap mereka, karena kejahatannya telah sampai kepada-Ku.” Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan YHWH; ia pergi ke Yafo dan mendapat di sana sebuah kapal, yang akan berangkat ke Tarsis. Ia membayar biaya perjalanannya, lalu naik kapal itu untuk berlayar bersama-sama dengan mereka ke Tarsis, jauh dari hadapan YHWH.

Tetapi YHWH menurunkan angin rebut ke laut, lalu terjadilah badai besar, sehingga kapal itu hampir-hampir terpukul hancur. Awak kapal menjadi takut, masing-masing berteriak-teriak kepada allahnya, dan mereka membuang ke dalam laut segala muatan kapal itu untuk meringankannya. Tetapi Yunus telah turun ke dalam ruang kapal yang paling bawah dan berbaring di situ, lalu tertidur dengan nyenyak. Datanglah nahkoda mendapatkannya sambil berkata: “Bagaimana mungkin engkau tidur begitu nyenyak? Bangunlah, berserulah kepada Allahmu, barangkali Allah itu akan mengindahkan kita, sehingga kita tidak binasa.” Lalu berkatalah mereka satu sama lain: “Marilah kita buang undi, supaya kita mengetahui, karena siapa kita ditimpa oleh malapetaka ini.” Mereka membuang undid an Yunuslah yang kena undi.

Berkatalah mereka kepadanya: “Beritahukan kepada kami, karena siapa kita ditimpa oleh malapetaka ini. Apa pekerjaanmu dan dari mana engkau datang, apa negerimu dan dari bangsa manakah engkau?” Sahutnya kepada mereka: “Aku seorang Ibrani; aku takut akan YHWH, Allah yang empunya langit, yang telah menjadikan lautan dan daratan.” Orang-orang itu menjadi sangat takut, lalu berkata kepadanya: “Apa yang telah kauperbuat?” – sebab orang-orang itu mengetahui, bahwa ia melarikan diri, jauh dari hadapan YHWH. Hal itu telah diberitahukannya kepada mereka. Bertanyalah mereka: “Akan kami apakan engkau, supaya laut menjadi reda dan tidak menyerang kami lagi, sebab laut semakin bergelora.” Sahutnya kepada mereka: “Angkatlah aku, campakkanlah aku ke dalam laut, maka laut akan menjadi reda dan tidak menyerang kamu lagi. Sebab aku tahu, bahwa karena akulah badai besar ini menyerang kamu.” Lalu berdayunglah orang-orang itu dengan sekuat tenaga untuk membawa kapal itu kembali ke darat, tetapi mereka tidak sanggup, sebab laut semakin bergelora menyerang mereka. Lalu berserulah mereka kepada YHWH, katanya: “Ya YHWH, janganlah kiranya Engkau biarkan kami binasa karena nyawa orang ini dan janganlah Engkau tanggungkan kepada kami darah orang yang tidak bersalah, sebab Engkau, YHWH, telah berbuat seperti yang Kaukehendaki.” Kemudian mereka mengangkat Yunus, lalu mencampakkannya ke dalam laut, dan laut berhenti mengamuk. Orang-orang itu menjadi sangat takut kepada YHWH, lalu mempersembahkan kurban sembelihan bagi YHWH serta mengikrarkan nazar.

Maka atas penentuan YHWH datanglah seekor ikan besar yang menelan Yunus; dan Yunus tinggal di dalam perut ikan itu tiga hari tiga malam lamanya.

Lalu berfirmanlah YHWH kepada ikan itu, dan ikan itupun memuntahkan Yunus ke darat. (Yun 1:1-17; 2:10)

Mazmur Tanggapan: Yun 2:2-5,8; Bacaan Injil: Luk 10:25-37


 October 4, 2015


 sangsabda

Gambar Orang Samaria Yang Murah Hati

Source: https://sangsabda.wordpress.com/tag/perumpamaan-tentang-orang-samaria-yang-baik-hati/

Check Also

Gambar Wanita Sedih Menangis Dan Kecewa Kartun

Gambar Wanita Sedih Menangis Dan Kecewa Kartun Adapun berikut ini adalah koleksi yang bisa kamu …